Business Model
Melakukan validasi ide bisnis merupakan langkah awal yang tepat saat kamu ingin membangun sebuah startup, tetapi ide bisnis tersebut akan menjadi sia-sia jika tidak diimbangi dengan business model yang tepat.
Business model merupakan sebuah aspek yang dapat memetakan cost structure dan revenue stream dari sebuah startup. Hal ini sangat penting untuk sustainability startup kamu di masa depan, lho!
Oleh karena itu, ‘Understanding Optimized Business Model for Startups’ menjadi topik dalam kegiatan mentoring program Super Girls In Tech yang berkolaborasi dengan Skystar Ventures Universitas Multimedia Nusantara. Dengan adanya topik ini, para peserta dapat mempelajari dan mempersiapkan strategi bisnis yang tepat untuk startup-nya bersama Jaka Wiradisuria (VP of Product and Operation at Kitabisa.com).
Hal pertama yang perlu dilakukan untuk menentukan business model yang tepat adalah membuat kerangka umum di Business Model Canvas (BMC). “Untuk menentukan business model, kamu harus mulai dari idenya dulu. BMC dapat membantu kamu untuk memetakan setiap elemen yang kamu perlukan untuk mengeksekusi startup,” ujar Jaka Wiradisuria.
Ada sembilan elemen dalam BMC yang perlu diperhatikan, tetapi Jaka membaginya menjadi tiga kelompok besar, yaitu:
Kategori ini membahas lebih dalam mengenai hubungan kamu dengan partner dan stakeholder startup kamu yang terdiri dari tiga elemen, yaitu key partners, key activities, dan key resources.
The offer akan membahas mengenai elemen apa saja yang startup kamu berikan untuk mengatasi permasalahan target market yang ada. Dalam kategori the offer, ada lima elemen yang melengkapi, yaitu value proposition, customers, customer relationship, customer segments, dan channels.
Terakhir, kategori the bottom line akan menjelaskan mengenai sumber pemasukan dan pengeluaran startup kamu. Kategori ini terdiri dari dua elemen, yaitu cost structure dan revenue streams.
“Proses membangun sebuah startup itu ibarat kamu masuk ke dalam sebuah hutan, harus ada journey-nya dari awal sampai akhir. Journey ini yang akan digunakan untuk menarik customer kamu. Nah, BMC ini dapat membantu kamu untuk membuat journey sebuah startup,” terang Jaka Wiradisuria.
Setelah selesai membuat BMC, kamu dapat mencari strategi bisnis yang tepat sesuai dengan journey yang ingin kamu tampilkan. Berikut adalah beberapa business model yang sering digunakan oleh sebuah startup:
Model ini akan menyediakan layanan gratis di awal pemakaian. Kemudian, ketika customer cocok dan ingin mendapatkan layanan yang lebih baik, mereka akan dikenai biaya atau tarif. Contoh: media online Jakarta Post, Kompas Gramedia, dan lain-lain.
Model bisnis yang kedua adalah berlangganan. Bisnis model ini menyasar konsumen yang mau mengeluarkan uang lebih untuk layanan atau produk dengan kualitas yang lebih baik. Contoh: Youtube premium
Sedang menjadi tren di tengah masyarakat, model bisnis ini menyediakan layanan yang dapat memenuhi kebutuhan pasar. Model ini dinilai cukup sustainable karena kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Contoh: Airbnb
Model bisnis ini cukup serupa dengan dropshipper dan reseller, pemilik usaha akan terbantu dengan adanya orang-orang yang menjual barang mereka. Contoh: Zalora, Sephora
Model bisnis ini hanya membutuhkan tempat untuk mempertemukan penjual dan pembeli. Contoh: Tokopedia, Shopee
Sumber pendapatan dari business model ini adalah advertising dari pengiklan. Contoh: Facebook
Nah, setelah mengetahui business model yang biasanya digunakan oleh startup, kira-kira model apa nih yang cocok dengan startup kamu?
Membuat business model merupakan tantangan bagi para founder startup. Namun, jika seorang founder dapat memilih jenis business model yang tepat, nantinya tidak hanya berguna bagi perkembangan perusahaan, tetapi juga dapat menarik perhatian investor, lho. Selamat mencoba, ya!