Venture Capitalist dan Startup Builder, William Eka, mengungkapkan prinsip dasar yang harus dimiliki pebisnis sebelum membangun startup, salah satunya adalah menentukan masalah yang ingin diselesaikan.
Menurutnya, sebuah startup hadir untuk menyelesaikan masalah yang cukup besar, yang membuat konsumen rela mengeluarkan uang mereka.
“If you don’t make my life easier by solving my problem, you cannot get the customer to pay,” ujar William dalam acara STARTALK ‘What-to-How Guides on Building Your Startup From Zero,’ Rabu (25/1/2023).
STARTALK merupakan ajang diskusi yang dibuat oleh Skystar Ventures, program inkubasi bisnis dan collaborative-driven space di bawah naungan Universitas Multimedia Nusantara (UMN). Dalam acara ini, peserta mendapatkan kesempatan untuk berdiskusi dan bertukar pengetahuan dengan praktisi startup.
Setelah menemukan masalah dan pasar yang sesuai, pebisnis dapat menawarkan solusinya.
“Solusinya apa? Solusinya adalah membuat viable, sesuatu yang bisa dijadikan dalam bentuk produk fisik ataupun virtual, digital services, ataupun platform,” kata William lagi.
William juga sedikit menyinggung soal definisi dari bisnis startup.
“Startup is a company, it has to be a business, typically in the early stages. Early-stages itu pengertiannya biasanya masih enam bulan, masih 12 bulan, masih awal sekali, dan masih development. Dimulai dengan satu sampai tiga founder. Sangat-sangat kecil yang mulai. Mulai dari kamar kalian sendiri. Dan fokusnya apa? Fokusnya adalah solving problem.”
Dalam membangun startup, William berpendapat pebisnis perlu menggunakan business model canvas dan lean startup methodology.
William mengatakan, “Business model canvas itu adalah rangkuman hal-hal penting yang harus kalian isi atau pikirkan sebelum memulai bisnis.”
Sebagaimana dilansir situs resmi Oxford, business model canvas memiliki sembilan bagian, yakni Customer Segments, Value Propositions, Channels, Customer Relationships, Revenue Streams, Key Activities, Key Resources, Key Partnerships, dan Cost Structure.
Berpindah ke lean startup methodology, metode tersebut berfungsi untuk memvalidasi bisnis yang ingin dilakukan.
“Semua bisnis harus divalidasi, kalau engga divalidasi, kalian udah invest beli pabrik, beli teknologi, beli konten, tiba-tiba bisnisnya engga bagus, atau produknya gak jalan. Kalian akan lost a lot of money. Be careful. So most, all entrepreneurs in fact itu pasti mengerti cara validasi,” tutur William.
William menjelaskan, dalam membangun bisnis startup, pebisnis harus menguji coba produk mereka ke sejumlah khalayak. Setelah itu, mereka harus mengevaluasi feedback yang didapatkan usai uji coba.
“Dari data itu, kita learn dan we ideate lagi. Sebelum ideate, kita berpikir is this a good product to continue? [Jika belum memuaskan] mungkin kita pivot. Pivot itu membuat sebuah perubahan, atau persevere, sama [mempertahankan produk], tapi kita tes lagi. Mungkin sedikit perubahan. This is the point when we ask ourselves, pivot or persevere, lalu kita ideation lagi.”
Tertarik mendapatkan informasi menarik lainnya soal ekosistem startup? Yuk, follow our Instagram di @skystarventures dan jangan lupa subscribe newsletter kami!