Setelah mengenal prototyping dan pentingnya langkah tersebut untuk pengembangan bisnis, saatnya kita masuk dalam proses melakukan prototyping.
Dalam sesi STARTALK ‘Prototyping and User Testing: What to do and How to do it,’ Product Design Lead Ruangguru, Dimy Ferdiana, memaparkan langkah-langkah yang harus dilakukan kala melakukan prototyping.
STARTALK sendiri merupakan acara buatan Skystar Ventures UMN yang mengumpulkan startup enthusiast dan praktisi untuk saling berbagi ilmu.
Menurut Dimy, ada tiga tahapan yang harus dilakukan kala prototyping, yakni:
1. Make User’s Tasks and a Scenario
Sebelum membuat prototype, pebisnis harus menentukan tugas-tugas tertentu untuk dilakukan partisipan dan skenario apa yang ingin diangkat.
Dari segi skenario, Dimy mengambil kasus sasaran pengguna produk adalah seorang pekerja profesional yang sibuk dan berencana membeli baju baru untuk acara tertentu. Pekerja tersebut tidak pernah menggunakan baju dari label A, tetapi mengetahui banyak informasi positif tentang label tersebut. Pekerja itu kemudian ingin membeli baju dengan cara mudah dan cepat, tapi juga harus sampai tepat waktu.
Sementara untuk tugas, perusahaan memaparkan langkah-langkah tertentu yang harus dilakukan oleh partisipan.
Beranjak dari kasus pembelian baju online tersebut, Dimy mencontohkan beberapa tugas partisipan, yakni mencari baju yang sesuai dengan selera mereka kemudian memasukkannya ke keranjang aplikasi, mengubah warna baju tersebut sesuai yang ada pada pilihan aplikasi, memilih sepatu yang cocok untuk baju tersebut dan memasukkannya ke dalam keranjang, kemudian checkout barang-barang yang dibeli, pilih jasa pengiriman tercepat yang tersedia, mengecek kembali pesanannya, lalu memasukkan informasi pembayaran,
2. Make a Prototype
Setelah memaparkan contoh tugas dan skenario untuk partisipan, Dimy menjelaskan cara membuat prototipe yang sesuai. Untuk produk dan layanan digital, prototipe yang sesuai adalah yang berbentuk clickable.
Sementara itu, prototipe yang sesuai untuk tangible product adalah prototipe dari tanah liat, kardus, ataupun barang-barang lain yang dirasa mampu memvisualisasikan rancangan produknya.
Selain itu, pebisnis harus menyiapkan naskah role-play, kasus, dan skenario, pun menyiapkan karakteristik partisipan yang sesuai dengan penelitian. Pebisnis juga harus menyiapkan tempat dan waktu pelaksanaan penelitian.
3. Validation
Setelah tahap prototyping, pebisnis harus memvalidasi data yang mereka dapatkan. Beberapa hal yang harus disiapkan yakni metode riset, jumlah partisipan, alat yang digunakan, dan siapa saja orang yang terlibat dalam tahap ini.
Dalam metode riset sendiri, ada yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Sementara untuk jumlah partisipan, pebisnis perlu merekrut orang-orang yang sesuai dengan karakteristik sesuai jumlah yang ditetapkan.
Dari segi alat, pebisnis perlu menyiapkan beberapa alat yang sesuai, mulai dari contoh prototipe, alat pengukur reaksi partisipan, dan lain-lain. Pebisnis juga perlu membagi tugas timnya untuk bertindak sebagai fasilitator dan pengamat kala penelitian dilakukan.
Kenapa harus prototyping?
Tak hanya membahas soal langkah melakukan prototyping, Dimy juga menjelaskan mengapa prototyping merupakan opsi yang sesuai dalam mengetes produk atau layanan.
“First of all, prototipe ini intinya lebih ke permodelan. [Untuk mengetahui] product atau service yang akan dibikin itu seperti apa, makanya kita butuh bantuan prototyping, visualisasi dengan prototyping,” kata Dimy pada Selasa (14/03/2023).
“Prototipe sendiri biasanya digunakan untuk validasi ya, validasi di level konsep, more strategic. Jadi [untuk mengetahui] user experience, functionality, itu kita pakai prototyping,” lanjutnya.
Menurut Dimy, prototyping juga dapat membatasi pengeluaran perusahaan di bidang riset. Produk prototipe dapat dibuat dengan lebih cepat dan lebih murah ketimbang membangun minimum viable product (MVP).
Ingin mengetahui info menarik lainnya terkait bisnis startup? Yuk, follow Instagram kami di @skystarventures.