Bekerja dengan model hybrid working atau work from anywhere mulai bermunculan di berbagai perusahaan usai pandemi Covid-19. Dari kebijakan ini, pegawai dapat bekerja di berbagai tempat, mulai dari rumah, kantor, ataupun lokasi lain.
Meski kebijakan ini hadir untuk merespons kebutuhan pegawai di tengah penyebaran virus corona, banyak orang berpendapat hybrid working dapat menjadi solusi baru untuk menjaga keseimbangan kehidupan kerja dan pribadi karyawan.
Keuntungan Menerapkan Hybrid Working
Dalam penerapan hybrid working model, perusahaan memberikan kebebasan bagi pegawai untuk memilih tempat mereka bekerja, entah work from home ataupun work from office.
Sebagaimana dilansir PwC, penerapan bekerja secara hibrida memberikan kesempatan baru bagi perusahaan untuk mengganti budaya organisasi mereka demi mencapai work-life balance yang lebih baik.
Lewat bekerja secara hybrid, perusahaan memberikan keleluasaan kepada pegawai untuk menentukan cara kerja yang paling efektif untuk mereka. Pegawai juga berpendapat bahwa kebijakan ini dapat meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas mereka.
Manfaat lain dari kebijakan ini adalah dapat mengurangi rasa stres akibat menggunakan kendaraan umum dan mengurangi jejak karbon kala berkendara ke kantor. Pegawai juga dapat menggunakan waktu mereka secara lebih efisien, memiliki kontrol atas waktu dan lokasi bekerja, pun dapat mencegah terjadinya burnout, dikutip dari Gallup.
Tak hanya itu, hybrid working juga dinilai sebagai cara ampuh untuk meningkatkan kepuasan pegawai di tempat kerja, dikutip dari World Economic Forum.
Meski membawa sejumlah dampak baik, menerapkan kebijakan hybrid working bukan berarti tidak membawa masalah baru.
Tantangan Menerapkan Hybrid Working
Sebagaimana dilansir Forbes, salah satu tantangan yang muncul akibat kebijakan ini ialah kesulitan terkoneksi dengan rekan kerja. Bekerja secara remote dapat membuat pegawai dan atasannya bisa saja kesulitan untuk berhubungan satu sama lain.
Maka dari itu, penting bagi atasan untuk tetap terkoneksi dengan rekan kerja mereka secara reguler melalui berbagai medium.
Masalah lain yang dapat muncul dari penerapan hybrid working adalah ketika anggota tim merasa tidak terkoneksi dengan tujuan kerja mereka. Kondisi ini kemudian dapat berdampak pada produktivitas dan performa organisasi.
Berdasarkan Harvard Business Review, kebijakan hybrid working dapat meningkatkan risiko munculnya orang-orang “kelas dominan” yang merasa mereka adalah orang penting di organisasi, pun kemunculan orang-orang “kelas bawah” yang merasa tidak terhubung dengan pekerjaan dan kehidupan sosial di kantor tersebut.
Akibatnya, pegawai bisa saja merasa tidak bahagia dan tidak benar-benar berkomitmen atas pekerjaan mereka. Bahkan, mereka bisa saja mencari peluang di perusahaan lain.
Pada akhirnya, merupakan keputusan bagi masing-masing perusahaan untuk menemukan gaya bekerja yang sesuai dengan budaya organisasi mereka.
Ingin mengetahui info menarik lain terkait produktivitas di lingkungan kerja? Silakan ikuti Instagram kami di @skystarventures dan jangan lupa subscribe newsletter kami!