Para startup enthusiast pasti tidak asing dengan istilah prototyping dan user testing. Kedua istilah itu seringkali muncul dalam berbagai pelajaran mengenai startup, mengingat keduanya merupakan langkah penting bagi perkembangan startup.
Namun, bagi masyarakat awam, istilah prototyping dan user testing membawa kebingungan tersendiri. Banyak orang masih tidak familier dan paham mengenai arti dua kata tersebut.
Di sini, kita akan sedikit membahas mengenai prototyping dan user testing.
Apa itu prototyping?
Sebagaimana dilansir Interaction Design Foundation, prototyping merupakan proses eksperimental di mana tim startup mengimplementasikan ide mereka menjadi bentuk nyata dari kertas ke digital.
Dalam prototyping, pebisnis membuat model produk yang simpel untuk mengetes seberapa sesuai rancangan produk mereka dengan selera pengguna lewat feedback yang diterima. Feedback itu kemudian dapat membantu mereka mengembangkan produknya.
Lewat prototyping, pebisnis dapat memperbaiki dan memvalidasi desain buatannya, sehingga mereka dapat merilis produk yang tepat.
“They slow us down to speed us up. By taking the time to prototype our ideas, we avoid costly mistakes such as becoming too complex too early and sticking with a weak idea for too long,” ujar CEO dan Presiden IDEO, Tim Brown.
Tak hanya itu, prototyping memberikan kesempatan bagi startup untuk menguji dan mendemonstrasikan produknya dengan lebih cepat, simpel, dan efisien, dikutip dari Daily Social.
Sementara itu, Sr. UX Designer Amazon, Setu Kathawate, dalam tulisan LinkedIn-nya berpendapat prototyping bertujuan untuk memvalidasi ide bisnis lewat informasi riset yang didapatkan. Ia juga menuturkan prototyping dilakukan tanpa menggunakan produk aktual yang akan dijual perusahaan.
Apa itu user testing?
Jika prototyping merupakan tes yang bertujuan untuk memvalidasi ide bisnis, user testing atau usability testing bertujuan untuk memahami perilaku pengguna kala menggunakan produk yang dibuat.
Lewat user testing, perusahaan dapat mengetahui apakah rancangan produk mereka cukup mudah digunakan oleh pengguna.
“It’s about catching customers in the act, and providing highly relevant and highly contextual information,” tutur CEO at Pivotal, Paul Maritz, dikutip dari Interaction Design Foundation.
User testing seringkali dilakukan secara berulang, mulai dari tahap awal produk dikembangkan hingga sampai produk dirilis. Lewat user testing, pebisnis dapat menemukan kekurangan dari desain produk yang sebelumnya tak tampak.
Ingin mengetahui lebih dalam tentang prototyping and user testing? Yuk, ikuti acara STARTALK ‘Prototyping & User Testing: What to Do and How to Do It?’ pada 14 Maret mendatang. Kamu bisa mendaftarkan diri di sini!